https://baitcerita.com, Batam – Suara gemuruh mesin alat berat terdengar jelas dari kejauhan. Tepat di Pinggir Jalan Hang Jebat Sambau. Kecamatan Nongsa. Kota Batam, terlihat Breaker excavator mengeruk bukit batu tanpa henti. Sabtu, (9/8).
Debu tebal beterbangan, sementara truk-truk pengangkut batu keluar-masuk lokasi tambang ilegal yang tidak jauh dari Markas Polda Kepri, seolah tak pernah khawatir akan dihentikan aparat.
Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan aktivitas ini telah berlangsung sehari-dua hari. Warga sekitar mengaku sudah sering melihat kegiatan tersebut, namun tak pernah melihat ada tindakan berarti dari pihak berwenang.
“Kadang polisi lewat, tapi tidak berhenti. Kami jadi bertanya-tanya, apakah mereka tidak tahu ini ilegal, atau pura-pura tidak tahu?” ujar seorang warga yang minta namanya dirahasiakan.
Dari pantauan, tidak terlihat papan izin tambang atau tanda legalitas lainnya di lokasi. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, setiap kegiatan penambangan wajib memiliki izin resmi dan memenuhi standar lingkungan.
Di lokasi, sosok pria yang diketahui berinisial FH yang mengaku selaku kordinasi rekan media mengatakan, “kerjaan ini baru mulai dan meminta jangan diganggu dulu,” ungkapnya kepada tim.
Sejumlah sumber menyebut, aktivitas tambang ini diduga melibatkan jaringan pemodal kuat yang punya ‘beking’ hingga membuat aparat penegak hukum enggan bertindak. Selain itu, bebatuan hasil pengerukan dikabarkan di jual dengan harga bervariasi dari 800 ribu hingga 1 juta rupiah.
Menurut warga sekitar, jika pembiaran ini terus berlanjut, kerusakan ekosistem akan semakin parah: tanah longsor, aliran air terganggu, dan debu yang mengancam kesehatan warga.
Ironisnya, meski bukti pelanggaran begitu nyata, hingga berita ini diturunkan pihak kepolisian dan instansi terkait belum memberikan keterangan resmi. Aktivitas tambang pun terus berjalan, meninggalkan pertanyaan besar: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari semua ini?. (Red).
